h1

KONSEP DASAR QAWA’ID FIQHIYYAH

10 April 2013

Naskahnya dapat di download di sini

A.     Pengertian al-Qawa>‘id al-Fiqhiyah

Secara bahasa al-Qawa>‘id  merupakan bentuk pulral (jama’) dari kata qa>‘idah yang bermakna asas, dasar, pondasi.[i] Unsur penting dari kaidah adalah bersifat kulli (menyeluruh).[ii]

Sedangkan fiqih secara istilah bermakna ilmu tentang hukum dan perundang-undangan dalam Isla>m yang bersifat amaliah yang didasarkan pada dalil-dalil yang terperinci.[iii]

Dengan demikian maka al-Qawa>’id al-Fiqhiyah adalah dasar-dasar umum yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum dan perundang-undangan dalam Isla>m yang berdasarkan pada al-Qur’a>n, al-Sunnah S}ah}i>h}ah, Ijma>’ dan Qiya>s s}ah}i>h.

Adapun pengertian kaidah fiqh selain dari yang sudah penulis jelaskan di atas, ada lagi defini tentang kaidah fikih yang lebih kongkrit dan tidak membingungkan yaitu:

“Kaidah yang disimpulkan secara general dari materi fikih yang digunakan untuk menentukan hukum dari kasus-kasus baru yang timbul dan tidak dijelaskan hukumnya secara jelas dalam al-Qur’an maupun al-Sunnah”.

Kaidah fikih sering digunakan sebagai تَطْبِيْقُ الأَحْكَامِ , yaitu penerapan hukum atas kasus-kasus yang timbul dalam bidang kehidupan manusia.

Adapun persamaan antara kaidah usul fikih dengan kaidah fikih adalah keduanya sama-sama sebagai metodologi hukum Isla>m.

B.    Obyek al-Qawa>‘id al-Fiqhi>yah

Obyek kaidah-kaidah fikih adalah perbuatan mukallaf sendiri,[iv] sedangkan materi fikih dikeluarkan dari kaidah-kaidah fikih yang sudah mapan yang tidak ditemukan dalilnya secara khusus baik di dalam al-Qur’a>n dan al-Sunnah al-S}ah}i>h}ah.

C.    Manfaat dan Keutamaan Mempelajari al-Qawa>‘id al-Fiqhi>yah

Manfaat mempelajari al-Qawa>’id al-Fiqhiyah antara lain:

  1. Mengetahui asas-asas umum fiqh. Yakni dasar-dasar umum fikih yang ada dalam kaidah fikih tersebut seperti al-Qawa>’id al-Khamsah.
  2. Lebih arif di dalam menetapkan hukum bagi masalah-masalah yang dihadapi. Yaitu dengan memasukkan dan menggolongkan masalah pada salah satu kaidah fiqh yang ada.
  3. Memberi kemudahan di dalam menemukan hukum-hukum untuk kasus-kasus hukum yang baru dan tidak jelas nas}s}nya dan memungkinkan menghubungkannya dengan materi-materi fikih yang lain yang tersebar di berbagai kitab fikih serta memudahkan di dalam memberi kepastian hukum.[v]

Sedangkan keutamaan mempelajari  al-Qawa>’id al-Fiqhiyah adalah agar dapat tafaqquh (mengetahui, mendalami, menguasai) ilmu fiqh.[vi]

D.    Dasar-Dasar Pengambilan al-Qawa>’id al-Fiqhi>yah

Yang dimaksud dengan dasar pengembalian dalam uraian ini ialah dasar-dasar perumusan kaidah fiqhiyah, meliputi dasar formil dan materiilnya. Dasar formil maksudnya apakah yang dijadikan dasar ulama dalam merumuskan kaidah fiqhiyah itu, jelasnya nash-nash manakah yang menjadi pegangan ulama sebagai sumber motivasi penyusunan kaidah fiqhiyah. Adapun dasar materiil maksudnya darimana materi kaidah fiqhiyah itu dirumuskan. Untuk lebih lanjutnya mari kita lihat dalam dua uraian tersebut.[vii]

1.       Dasar formil

Hukum-hukum fiqh yang ada dalam untaian satu kaidah yang memuat satu masalah tertentu, ditetapkan atas dasar dalil tekstual, baik dari Al-Quran maupun al-Sunnah. Seperti dari Firman Allah dalam Q.s al-Bayyinah (98): 5:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ (5)

Terjemahannya:

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

Dan dalam hadis Nabi Muhammad saw.:

 إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung pada niatnya”.

Di-ist}inba>t}-kan, hukum melakukan niat untuk setiap perbuatan ibadah. Karena persoalan niat juga mempunyai arti penting dalam soal-soal lain, maka dirumuskanlah kaidah fiqhiyah:[viii]

 الأُمُوْرُ بِمَقَا صَدَ هَا

“Setiap perkara tergantung kepada maksud mengerjakannya”

Jadi perumusan kaidah fiqhiyah itu berdasarkan pada Alquran dan Sunnah dalam rangka untuk mempermudah pelaksanaan istinbath dan ijtihad.

2.      Dasar Materil

Adapun dasar materil atau tegasnya bahan-bahan yang dijadikan rumusan kata-kata kaidah itu, adakalanya teks hadis, seperti kaidah yang berbunyi:

الضَّرَرُ يُزَالُ

“Kemadlaratan itu harus dihilangkan”

Kaidah ini berasal dari hadis Nabi  saw.:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ   (رواه ابن ما جه(

Terjemahannya:

Tidak boleh membuat mudlarat diri sendiri dan tidak boleh memudlaratkankan orang lain. (H.R. Ibn Ma>jah)

Kaidah yang berasal dari hadis tersebut berlaku untuk semua lapangan hukum, baik mu’amalah, ibadah, munakahat maupun jinayat. Disamping kaidah fiqhiyah yang dirumuskan dari lafadh hadis, seperti tersebut di atas, maka dapat dipastikan bahwa kaidah fiqhiyah itu hasil perumusan ulama yang kebanyakan sukar ditetapkan siapa perumusnya.

Dengan demikian, maka kaidah fiqh merupakan hasil penalaran terhadap hukum-hukum fiqh yang parsial.


[i] Ali Ah}mad al-Nadwi, al-Qawa>‘id al-Fiqhiyah, cet V (Beirut: Da>r al-Qala>m, 2000), 107. Lihat pula Muh}ammad al-Ru>ki, Qawa>‘id al-Fiqh al-Isla>mi>, cet I (Beirut: Da>r al-Qala>m, 1998), 107

[ii] قضية كلية منطبقة على جميع جزئياتها  Ketetapan yang kulli (menyeluruh) yang mencakup seluruh bagian-bagiannya. Al Jurja>ni>, Kita>b al-Ta’rifat, (t.tp.: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah,1983), 171. Atau lihat di al-Suyu>t}i, Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rah}ma>n, al-Asybah wa al-Naz}a>‘ir fi> Qawa>‘id wa Furu>‘ al-Sha>fi’i>, cet. 1 (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1979) 5.  حكم كلي ينطبق على جزئيته (hukum kulli (menyeluruh) yang meliputi bagian-bagiannya).

[iii] Ali Ah}mad al-Nadwi, al-Qawa>‘id…, 107. Lihat juga di Asymuni A. Rah}ma>n, Qaidah-Qaidah Fiqh, cet. 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), 28. Lihat juga di M. Dahlan, Kamus Induk Istilah Ilmiah  (Surabaya: Target Press, 2003), 211.

[iv] Jala>l al-Di>n ‘Abd. Al-Rah}ma>n al-Suyu>t}, al-Ashba>h wa al-Naz}a>‘ir fi> Qawa>‘id wa Furu>‘ Fiqh al-Sha>fi’i>, cet.I (Beiru>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1979). Lihat juga di A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, (Jakarta: Kencana, 2002), 5

[v] Jala<l al-Di>n ‘Abd al-Raha>man al-Suyu>t}i,, al-Asyba>h wa al-Nadz}a>ir fi> al-Qawa>‘id wa al-Furu>‘ fi Fiqh al-Sha>fi’i>, cet I (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1979), 6. Lihat juga. Muh}ammad al-Ru>ki, Qawa>‘id al-Fiqh al-Isla>mi>, cet I (Beirut: Da>r al-Qala>m, 1998), 1011

[vi] H}asbi al-S}iddi>qi>, Pengantar Hukum Isla>m, cet III (Jakarta: Bulan Bintang, 1963), 235.

[vii] Miftahul Arifin, Ushul Fiqh : Kaidah-Kaidah.  h. 285.

[viii] Ibid.